SOSIALISASI KELOMPOK WPA DI DESA JATILUHUR, SEKALIGUS PELATIHAN PEMULASARAN JENAZAH INFEKSIUS DARI TIM BANSER BAGANA KABUPATEN KEBUMEN
SOSIALISASI KELOMPOK WPA DI DESA JATILUHUR, SEKALIGUS PELATIHAN PEMULASARAN JENAZAH INFEKSIUS DARI TIM BANSER BAGANA KABUPATEN KEBUMEN
JATILUHUR - Masih tinggi nya tingkat kasus HIV dan AIDS di wilayah Kabupaten Kebumen, hal ini sangat dimungkinkan terjadi karena tingkat pengetahuan masyarakat tentang bahaya dan pencegahan penyakit HIV&AIDS masih rendah.
Melihat permasalahan diatas maka perlu dilakukan sosialisasi secara berkala kepada masyarakat luas mengenai bahaya dan pencegahan penyakit tersebut khususnya di wilayah Kecamatan Rowokele.
Bertempat di Aula Balai Desa Jatiluhur telah dilaksanakan kegiatan Sosialisasi Warga Peduli Aids (WPA) dan Pelatihan Pemulasaran Khusus Jenazah karena Infeksius (Covid-19, HIV&AIDS), Rabu (9/6).
Kegiatan dihadiri Kasi Tapem Kecamatan Rowokele, Perwakilan Puskesmas Rowokele, Kepala Desa Jatiluhur, Tim Banser Bagana Kabupaten Kebumen (Tim Pemulasaran Jenasah Infeksius), Pendamping Desa, Ketua RT dan RW Se- Desa Jatiluhur, serta Kelompok WPA yang ada di Desa jatiluhur.
Kecamatan Rowokele termasuk kecamatan yang responsif terkait masalah HIV&AIDS, hal itu dapat dilihat dengan sudah terbentuknya kelompok WPA di 11 desa yang ada di wilayah Kecamatan Rowokele.
Anggaran yang digunakan untuk kegiatan Kelompok WPA dapat dianggarkan beberapa sumber antara lain APBD, APBDesa, dan bantuan lain yang sah dan tidak mengikat.
Peran utama WPA sebagai penggerak masyarakat untuk ikut serta terlibat secara langsung dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di wilayah masing-masing.
Tujuan dibentuk WPA antara lain guna terbangunnya kesadaran kritis dan kesadaran public dalam merespon HIV-AIDS dilingkungannya.
Didalam kelompok WPA terdiri dari beberapa unsur masyarakat antara lain; Perangkat Desa, Pertugas Kesehatan, Fasilator, dan Relawan Masyarakat.
Kasi Tapem Kecamatan Rowokele dalam sambutannya mengatakan secara garis besar terdapat 3 tugas utama dibentuknya WPA, Pertama WPA melakukan identifikasi potensi resiko di wilayahnya, Kedua WPA melakukan Edukasi dan Fasilitasi ke Layanan (Puskesmas dan Pusat kesehatan lainnya), dan yang terakhir dapat menjaga lingkungan agar kondusif baik diskriminasi masyarakat kepada ODHA maupun tindakan lainnya yang menyebabkan lingkungan tidak kondusif.
“Alhamdulillah dari 11 desa sudah terbentuk kelompok WPA di masing- masing desa, ini sebagai salah satu bukti keseriusan kami dalam menangani permasalahan HIV-AIDS yang ada wilayah ini” tutur Sunarko, 9/6, Rabu Siang.
“Seperti yang telah kita ketahui bersama WPA mempunyai tugas- tugas, satu mengidentifikasi wilayah yang beresiko, dua melakukan edukasi dan fasilitasi ke layanan puskesmas, tiga menjaga wilayahnya tetap kondusif dari diskriminasi yang diterima ODHA dari masyarakat sekitar, mari kita bekerja sama dalam penanganan dan edukasi kepada masyarakat luas agar dapat menekan kasus HIV-AIDS di kecamatan kita” Sambung Sunarko dalam sambutannya, 9/6, Rabu Siang
Perwakilan Puskesmas Rowokele menyampaikan “Warga Peduli AIDS adalah sebuah iktiar untuk membangun kesadaran Nasional dalam pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS yang selama ini kurang melibatkan masyarakat sebagai aktor. Melalui WPA ini, program pemberdayaan masyarakat yang ada dengan prinsip transparasi, partisipatif dan akuntabilitas, serta memperhatikan nilai agama dan budaya di masing-masing daerah, sehingga masyarakat tahu, mau dan mampu menanggulangi HIV-AIDS di lingkungannya.
Kemudian pembentukan WPA ini dimaksudkan untuk menghapus stigma dan diskriminasi terhadap pengidap HIV (ODHA),”. Pembentukan Warga Peduli AIDS (WPA) adalah sebagai upaya Penanggulangan dan Pencegahan HIV-AIDS di Kecamatan Rowokele.
Selain kegiatan sosialisasi diisi juga dengan pelatihan pemulasaran jenazah infeksius dari Tim Banser Bagana kabupaten kebumen.
Anggota Bagana, mengatakan semua jenazah infeksius ada protokol khusus, meskipun jenazah semua pasien yang disuspek ke arah covid 19 dan belum tahu hasil labnya, seperti ODP, PDP, atau penyakit lain. Lebih baik pemulasarannya Covid-19 daripada tahu setelah hasil lab. Diberi batas waktu pula jenazah Covid-19, empat jam harus sudah selesai harus sudah dimandikan disholatkan dan harus sudah dikuburkan.
“Apabila ada meninggal mendadak di desa atau dirumah maka harap lapor bidan desa terlebih dahulu, lalu jika bidan sudah men-screening dan menanyakan kepada keluarga misalkan ada kearah Covid-19. Mobilitas yang tinggi berpergian keluar kota ataupun yang lainnya, maka nakes akan segera menghubungi puskesmas atau rumah sakit agar tim medis ” kata anggota Bagana.
Pada pelatihan tersebut Tim Bagana menjelaskan tiap langkah dan mempraktekkan bersama peserta pelatihan terkait pemulasaran jenazah yang infeksius sesuai protokol kesehatan. Bertujuan agar ketika di desa ada jenazah infeksius, peserta atau perwakilan yang hadir mampu mengkondisikan di wilayah. Pelatihan langsung menggunakan alat seperti layaknya pemulasaran jenazah seperti Guling yang diumpamakan menjadi jenazah, menggunakan masker, sarung tangan, plastik, kain kafan dan lainnya.
Dalam pemakaman jenazah, Tim Bagana juga menjelaskan peti tidak boleh dibuka dan harus segera di kuburkan dan boleh diadakan pemberkatan atau do’a tetapi harus memperhatikan protokol kesehatan. Memakai masker dan social distancing.
“Tujuan pelatihan ini agar tidak terjadi proses transmisi atau penularan penyakit kepada petugas pemulasaran dan pemakaman jenazah. Selain itu agar terjadi pemutusan rantai penularan Covid-19 di masa pandemi Covid-19” Tutur Perwakilan Puskesmas Rowoke, Rabu Siang.
Kegaiatan berjalan dengan tertib dan tetap menerapkan protocol kesehatan yang ketat.